Rabu, 28 Januari 2015

LDR Untuk Bahagia

Oleh : Sherly Milenia Islamiati

Tujuh tahun lalu disaat aku dan maulana berkenalan lewat handphone secara tidak sengaja, saat itu aku duduk di kelas 3 smp dan dia di kelas 2 madrasah aliyah di ponpes tambak beras jombang. Dia memberanikan diri untuk menjadikanku kekasihnya. Aku pun menyetujui permintaanya. Dia adalah anak dari keluarga yang paling dihormati di desaku. Keluarga seorang ulama besar. Entah mengapa ia tertarik padaku. Usianya saat itu 17 tahun sedangkan aku masih 14 tahun, kakaknya adalah guru ngajiku sedangkan ibunya adalah guru agamaku sewaktu aku di sekolah dasar. Keluarganya dikenal sebagai keluarga yang sangat memegang teguh agama.

Tujuh tahun kami berpacaran jarak jauh. Hanya bertemu 3 – 4 kali dalam setahun. Itu pun tak lama, karena kami menghindari hal hal yang membuat fitnah. Di ponpes itu ia belajar 6 tahun. Saat berpacaran denganku, dia baru mondok 1,5 tahun. Setelah itu dia melanjutkan kuliahnya di salah satu universitas. Sedangkan aku kini berkuliah di UGM dalam jurusan bahasa indonesia. Sesuatu yang aku cita citakan selama ini. Sebentar lagi aku akan diwisuda sedangkan mas maulana masih di semester 6. Maklum dia terkendala di pondok. Namun begitu dia telah menjadi seorang pengusaha obat herbal di jombang.

Hubunganku dengannya selama itu bukannya tak mengalami banyak cobaan. Hanya bertukar kabar seminggu sekali dan bertemu setahun 3 – 4 kali membuat banyak godaan datang menghampiri kami.
Namun dari masing masing keluarga kami tak ada kendala apapun. Alhamdulillah. Keluargaku (ibu dan kakakku) Mengetahui aku berpacaran dengannya sejak 7 tahun yang lalu. Sedangkan keluarganya baru mengetahui sejak 2 tahun lalu. 5 tahun kami menutupi hubungan ini dari keluarganya. Karena dia tak boleh berpacaran. Bahkan hampir saja ia dijodohkan oleh orangtua dan kakaknya. Sebelum akhirnya dia mengatakan kalau sudah punya calon istri, yaitu aku.

Seminggu yang lalu ia beserta keluargannya datang untuk mengkhitbahku. Dan 3 hari lagi aku akan resmi menjadi istrinya. Aku tak pernah menyangka. Long distance relationship yang kami jalani akhirnya berakhir indah.

Tepat hari ini, aku resmi dipersuntingnya. Dijadikan kekasih halalnya, dijadikan makmumnya, dijadikan bidadari hidupnya. Kebahagiaan itu amat sangat terpancar dari raut wajah kami berdua. Terima kasih ya allah. Telah kau jadikan kami pasangan yang amat beruntung di dunia ini.

Laillahailallah..
Readmore → LDR Untuk Bahagia

Angel on the Flower

Oleh : Bianca Rachela N

Namaku Karyn. Aku bisu. Aku buta. Hidupku memang tidak sesempurna kalian, karena aku bisu dan buta. Bila waktu bisa kuulang kembali, tentu aku akan menjauh dari kecelakaan itu.

5 tahun yang lalu.
Mama menggoyang-goyangkan tubuhku dengan lembut.
“Bagun, Karyn, udah pagi. Kita kan mau pergi ke Gereja.”
“Ah.. Karyn malas, Ma!!” Seruku.
“Gak boleh malas, Karyn. Di Gereja ada Pohon Natal yang besaaar sekali. Kamu pasti suka deh.” Ajak mama.
“Uh.. Mama aja sendiri!!!” Bentakku. Aku memang tidak suka kalau diganggu saat tidur.
“Karyn!” Bentak Mama tidak kalah kerasnya denganku, “Ya sudah kalau kau tak mau!”
“Memang aku gak mau.” Gumamku dan langsung melanjutkan tidurku.

Hari ini hari aku terakhir berbicara dan melihat.

Jam 12 aku bangun, karena telepon dari temanku.
“Karyn! Halooo!” Seru temanku, Vara.
“Halo jugaa!” Kataku bersemangat.
“Aduh, bosen nih di rumah?” Kata Vara.
“Aduh, kenapa kita gak ke mall aja?” Ajakku.
“Memang mamamu bolehin? Kalau mamaku sih boleh-boleh aja.” Tanya Vara.
Aku terdiam. Mamaku di gereja, pulangnya sekitar 2 jam lagi. Kalau pergi 1 jam aja, boleh kan?
“Bo.. Boleh do.. Donk.” Gugupku.
“Kok latah? Okay! Berangkat kemana? Jam berapa? Sampai kapan?” Tanya Vara bertubi-tubi.
“Ke Park of Castle aja, sekarang, 1 jam aja.” Jawabku
“Ok.”

Aku menghidupkan mobilku (sebetulnya sih mobil mama) Perlahan-lahan aku menjalankan mobil mama.
Tiba-tiba telponku berbunyi. Kudiamkan saja, soalnya aku masih mengemudi. Ternyata aku sampai ke Park of Castle selama 30 menit! Lalu kujawab telpon yang dari Vara.

“Halo, Va. Kamu dimana?” Tanyaku.
“Aku.. Gak jadi pergi, Kar! Bye!” Jawabnya langsung mematikan telpon. Waduh, aku sudah 20 menitan disini, mama 10 menit lagi pulang, aku harus pulang sebelum 10 menit!

Seperti dikejar hantu,
Karyn berlari-lari ke parkiran mobilnya.
Marah bercampur gelisah.
Karena gelisah, apalagi marah, dia ngebut. Lampu merah tetap menyala, namun Ia terobos.

Dia tidak melihat bahwa truk sedang mengklaksonnya, dan…

BRRUKKK!!!

“AAAAAAAHHHH!!!” Seru Karyn.

Dia tak berani mengingat kejadian 5 tahun yang lalu. Tak terasa air matanya menetes. Dia tertidur di tempat tidur yang sama. Dunia gelap di matanya, dia tidak bisa melihat. Namun Ia berusaha membuka matanya, makin berat matanya untuk dibuka. Ia bermimpi bahwa Ia sedang di padang bunga, lalu tiba-tiba seorang malaikat menghampirinya. Dia menangis lagi. Ia bisa melihat makluk suci.

“Ikutlah denganku.” Kata malaikat itu dengan penuh wibawa.
Karyn menganguk-nganguk sesegukan.

Lama-kelamaan mukanya menjadi biru, jemarinya sudah mati. Detak jantung sudah melemah.

Ia telah meninggal.

Namun senyumnya tetap tersungging di bibirnya, dan air mata penyesalannya masih ada

The End
Readmore → Angel on the Flower

Kesetiaan Bekaskan Luka

Oleh : Dian Putri Penasih

Anastasya Adila Putri, gadis manis dan santun itu tengah berada antara hati 2 laki-laki, Dista Anggara dan Aldi Tifano.
Walaupun dulu, cinta Dila hanya untuk Dista, tapi kali ini tidak. Aldi hadir di kehidupan Dila secara tiba-tiba. Mungkin sangat sulit bagi Dila menerima ini semua. Tapi bagi Dila ini adalah sebuah anugerah, yang membuat hati Dila tidak selalu sedih seperti dulu.
Dan hari itu Aldi mengatakan perasaannya pada Dila.
“Dila sebenarnya aku menyukai mu, dan maukah kamu jadi pacarku?”
Pada saat yang sama Dila mendengar kabar, bahwa Dista jadian sama adik kelasnya, Adin. Bingung, bimbang, marah, kesal campur aduk jadi satu. Dengan berberat hati ia menerima Aldi.

Hari demi hari Dila menjalani semua dengan gelisah. Bagi Dila, perasaannya ke Aldi adalah dusta. Ia sudah tidak sanggup lagi berbohong pada Aldi. Akhirnya ia memutuskan hubungannya dengan Aldi lewat sms.
“Aldi, maafkan aku jika harus mengatakan ini padamu. Sebenarnya aku masih suka sama Dista. Awalnya aku mengira bersama denganmu bisa melupakan Dista. Tapi ternyata tidak. Maafkan aku Aldi.”
Mungkin hari itu Aldi sangat kecewa, tapi sudah tidak ada pilihan lagi bagi Dila. Ia takut mendustai Aldi.
Waktu itu, Dila tadarus bersama teman-temannya. Di perjalanan Dila mendapat pesan dari Dista.
“gimana hubunganmu sama Aldi, lancar aja kan?” tanya Dista. “Aku udah putus sama dia. gimana juga hubunganmu sama Adin, apakah masih jalan?” Tanya Dila balik. “Hubunganku sama Adin udah hancur Dil, dia tega mengkhianati aku.” Jawab Dista. “Mengkhianati bagaimana?” tanya Dila heran. “Dia selingkuh dengan laki-laki lain Dil.” Jawabnya. “Yang sabar aja ya, tak usah dipikirin lebih. Pasti ini semua ada hikmahnya kok.”
Setelah beberapa saat mereka berangkat tadarus. Ia bingung dengan ini semua. Dia tidak pernah yakin pada perasaannya sendiri. Canggung, hanya itu yang ia pikirkan tentang perkataan Dista. Tidak percaya, apakah itu benar-benar terjadi pada hubungan Dista dengan Adin. Tapi itulah kenyataannya.

Hari semakin dekat dengan UN. Dan waktu itu Dista memaksa Dila untuk berkata jujur tentang perasaannya. Dan Dila pun mengatakan, “Iya, memang benar Dista hati ini ku simpan untukmu. Dan tidak ada cowok lain di hati ini”. Dan Dista hanya bilang beberapa kata saja, “Tapi maaf cintaku bukan untukmu”.
Semua yang Dila korbankan hanya mendapat balasan yang menyakitkan dari Dista. Hanya kata-kata pahit yang terurai dari Dista. Padahal Dista selalu memberi harapan lebih untuk Dila. Tapi apa daya, Dila harus bersabar lagi. Ia yakin bahwa ini belum seberapa. Masih benyak yang akan ia terima di masa mendatang nanti.

Hari itu, tiba waktu perpisahan sekolah dilaksanakan. Suasana mengharukan pun meliputi acara tersebut, semua siswa-siswi itu pun telah diwisuda. Seusai acara, Dista bersama temannya mengemasi perangkat yang digunakan pada acara tadi. Dista naik di atas mobil yang mengangkut peralatan itu. Ketika mobil tersebut melewati Dila yang berdiri di pinggir jalan, ia menatap mata Dista yang merah setelah menangis. Bersegeralah ia mengalihkan pandangan dari Dista.

Sepulang dari gedung, mereka kembali ke sekolah, melanjutkan foto bersama. Hanya canda yang keluar dari mulut Dila, walaupun ia ingin menangis. Canda dan tawa bersama untuk terakhir kalinya mereka rasakan. Dila berharap ia bisa bertemu kembali dengan Dista di kesempatan lain. Yang mungkin bisa lebih indah atau sebaliknya. 4 tahun lamanya Dista harus tinggal di pondok pesantren. Tidak memungkinkan bagi Dila untuk berhubungan dekat lagi dengan Dista.

Dan sudah waktunya Dista berada di pondok pesantren. Bagi Dila ini hal paling berat yang harus ia terima. Berpisah dari seseorang yang ia suka. Tetapi apa daya, ia tidak bisa melakukan apa-apa. Karena ini memang sudah menjadi takdir masing-masing.

Hari, berjalan begitu cepat. Hingga bulan pun berganti begitu cepat pula. Ia menjalani hidup tanpa kehadiran Dista. Hampa, seperti teh tanpa gula, dan pahit yang ia rasa. Berbulan-bulan, ia seperti tidak hidup. Hanya melamun yang ia kerjakan. Hidupnya terpuruk tanpa kehadiran Dista. Tapi ia berpikir, dia tidak boleh seperti ini terus-menerus, Dia harus bangkit.
Dan dia bisa menjalani hidupnya kembali. Aldi yang selama ini membujuknya supaya bangkit. Tetapi posisi Aldi sekarang sudah berbeda. Bukan lagi menjadi orang yang mencintai Dila, Melainkan sekedar sahabat.

Hingga bulan Desember pun datang. Tepatnya pada tanggal 06 Desember 2011, Dista menghubunginya lewat SMS. Ternyata Dista sakit hari itu. Mendengar kabar itu, Dila semakin gak tenang. Beban fikiran yang membuat jiwanya sakit. Dila khawatir dengan keadaan Dista, padahal dirinya sendiri pun juga sedang sakit.

Libur semester pun juga datang menyusul. Liburan kali ini sangat pedih, karena Dila harus menerima kata-kata kasar Dista kembali, “Mulai sekarang, persahabatan kita putus. Sekarang kita “MUSUH” okey!!”.

Berbulan-bulan mereka sudah tidak pernah berhubungan kembali karena bermusuhan. Tapi Dila tak mau bermusuhan. Dan ia menitip surat untuk Dista yang berisi.

“Dista, aku minta maaf kalau waktu itu aku menerima tawaranmu untuk memutuskan hubungan persahabatan kita. Aku tak bermaksud seperti apa yang telah terjadi. Waktu itu aku baru banyak pikiran. Hingga aku tak menyadari apa yang telah aku perbuat. Aku mohon jangan akhiri hubungan persahabatan kita”

Dista sms Dila setelah beberapa hari surat itu diberikan. Tetapi Dista tidak mengaku siapa dirinya. Lalu Dila sms di nomor Dista yang dulu, “Aku kira itu kamu, tapi ternyata tidak”. Sms itu pun terkirim. Padahal Dila mengirim itu hanya iseng-iseng saja. Dan nomor baru yang mengaku sebagai Awan (teman lama Dila) itu pun mengirim balik sms Dila yang dikirim ke nomor lama Dista. Seraya Dila kaget dengan itu, dan langsung bertanya.
“Kamu bisa tau kata-kata itu dari mana? Padahal kan aku kirimnya bukan ke kamu. Jangan-jangan kamu bukan Awan ya?” Tanya Dila.
“Kalau iya memang kenapa?” Jawab Dista.
“Berarti kamu Dista?” tanyanya kembali.
“Iya, terus maksud kamu SMS aku kayak begitu apa?” Tanya Dista cuek.
“Ya gak apa-apa, Cuma iseng aja. Aku kira kan nomormu yang itu sudah tidak aktif lagi” jawab Dila.
“Nomor aku itu selalu aktif.” Ujar Dista.
“Ya udah deh gak usah dibahas lagi, Tentang permintaanku yang waktu itu gimana?” Tanya Dila kembali.
“Gimana ya, kalau kamu mau jadi sahabat ku lagi tapi ada syaratnya.” Tawarnya.
“Syaratnya apa?” Tanya Dila.
“Siapa orang yang kamu suka sekarang?” tanya Dista.
“aku beritahu tapi jangan bilang siapa-siapa ya!” pinta Dila.
“Iya, aku gak bilang siapa-siapa.” Jawab Dista.
“Aku suka sama orang yang bernama Galang, dia temen satu sekolah ku yang sekarang.” Jawab Dila dengan keraguan, padahal Galang itu hanya teman Dila.
Dan mereka mengakhiri percakapannya sampai di situ, pada hari ini. Beberapa hari ini Dila sering berhubungan dengan Dista, walaupun sekedar lewat SMS.

Satu bulan kemudian Dista kembali menghubungi Dila, tapi hal yang sama terulang lagi. Mereka hanya bertengkar dengan permasalahan yang sepele. Dan mereka pun bertengkar lagi.

Berhari-hari mereka tidak smsan lagi. Sampai pada tanggal 21 Agustus 2012, Dista sms untuk minta nomornya Zakia. Dila mengatakan pada Dista hal yang begitu menyakitkan.
“Dis, aku boleh minta sesuatu gak?” tanya Dila.
“Apa?” jawab Dista.
“Please … jangan buat hatiku luka lagi, aku tau kamu punya pacar, tapi aku mohon jangan buat aku cemburu lagi. KU MOHON!”
“Memangnya kamu masih suka sama aku?” tanya Dista.
“Aku gak tau.” Jawabnya.
Sampai akhirnya Dista kembali ke pondok pesantren.

Satu bulan kemudian, Dila masuk Rumah Sakit karena penyakit mag-nya. Selepas rapat osis tiba-tiba Dila pingsan. Badannya terkujur kaku dan dingin. Semua khawatir dan langsung membawa Dila ke Rumah Sakit. Tiga hari sudah ia dirawat di Rumah Sakit.
Semakin lama Dila sadar bahwa tidak mungkin ia harus menutup semuanya karena Dista yang tidak pernah memberikan harapan untuknya.

Tanggal 31 Desember 2012 (malam tahun baru 2013), Dila sadar dan tidak akan menutup hatinya. Kata-kata yang dikirimkan Dista itu menyadarkan Dila kalau cintanya pada Dista itu berlebihan. Akhirnya dia membuka hatinya kepada seseorang. Kali ini cinta Dila juga bertepuk sebelah tangan. Yaitu Aldi, karena Aldi sudah menyukai Ani (sahabat Dila). Dila menyembunyikan perasaannya rapat-rapat.

Hari berlalu begitu cepat hingga pada tanggal 23 februari 2013 datang. Rapat osis dilaksanakan hari itu. Dila, Aldi dan Ani mengikuti rapat itu. Sejalannya rapat, Aldi dan Ani hanya pandang-memandang, Dila hanya diam dan berkata dalam hati,
“Jika ia memang bukan untukku, aku rela jika ia pergi. Tapi tujukan dia pada cinta Mu ya Rabb. Jangan tujukan dia pada jalan yang sesat.”
Aldi sangat mendukung jika Dila bisa bersama Dista. Tapi bahkan Aldi tidak pernah menyadari bahwa Ia yang disukai Dila bukan Dista. Dan hari itu juga Aldi menceritakan semua isi hatinya. Semua yang diceritakannya tentang Ani. Perih, rasa itu yang ada di benak Dila.
Betapa hancur hati Dila saat mengetahui sahabatnya sendiri juga menyukai seseorang yang disukainya. Setelah membaca sms Aldi. Yang berisi tentang ungkapan perasaan yang menyakitkan bagi Dila.
Dan mereka berdua yang selalu membuat hati Dila panas membara. Aldi dan Ani merapikan tikar dan saling pandang-memandang di depan Dila yang juga merapikan tikar seusai ada acara di aula. Tanpa sepengetahuan mereka berdua, Dila lari ke kamar mandi dengan menangis. Setelah itu ia menghapus air matanya dengan air dan segera kembali ke aula.

Sakit dan sakit yang harus dia rasakan, tetapi ia tidak putus asa. Menurutnya semua ini adalah ujian dari Allah untuknya. Tegar yang harus ia lakukan sekarang. Dia harus mengalah dan selalu mengalah, karena Ani adalah sahabat dekatnya. Ani tak menyadari bahwa Dila juga menyukai Aldi. Dila hanya diam dan tidak mengungkapkan perasaannya sedikitpun.

Hari yang meletihkan. Hari ini dipenuhi dengan kegiatan-kegiatan yang menguras energi. Dan juga membuat hati Dila semakin hancur. Kali ini mungkin tidak sesakit yang kemarin. Tetapi juga cukup menyakitkan. Dila hanya bisa menyimpan ini dalam lubuk hatinya. Dan seraya berkata dalam hati.
“Sekarang Ani suka lagi sama Aldi, apa yang harus aku perbuat sekarang. Aldi pun juga sebaliknya, mungkin memang ini yang terbaik bagiku. Aku harus tersenyum di saat orang yang aku sayangi menyayangi orang lain.”
Dila berfikir dirinya amat bodoh. Karena menolak semuanya demi Dista. Hanya sesal yang ia rasa. Semua yang telah ia lakukan dulu berujung hanya sia-sia tak berguna. Ia merasa dirinya telah melukai Aldi sangat dalam. Hingga Aldi sekejap dapat melupakannya begitu saja. Meninggalkan dan melupakan semua kenangan yang telah mereka jalani dahulu. Tapi Dila hanya bisa pasrah, ia tak tau harus bagaimana.

Lomba OSN tingkat kabupaten akan segera dilaksanakan. Dila mewakili mapel Matematika, Aldi mewakili mapel Biologi. Sedangkan Bella mewakili mapel Fisika, dan Riski mewakili mapel IPS.
Adanya lomba ini, akan memberi kesempatan kalau Dila pasti bertemu dengan Aldi. Dan semakin mereka bertemu terus-menerus, hati Dila semakin gak karuhan.

Ketika Dila dan Bella mengembalikan Jurnal, Dila hampir menabrak Aldi di pintu lorong sekolah. Kebiasaan Dila selalu muncul, yaitu syok dan salting. Dila hanya bisa menggandeng tangan Bella erat-erat waktu itu. Di fikiran Dila hanya satu yaitu, “Dia milik Ani, aku tidak berhak memilikinya”.
Dia hanya bisa merenung. Batin Dila tersiksa dengan semua ini. Tapi Dila harus tetap bertahan, demi hidupnya di masa mendatang. Ia tau bahwa hidupnya masih panjang. Masih banyak mimpi-mimpi yang masih belum ia raih. SEMANGAT, selalu ada dalam kamus hidup Dila. Walau hingga pada akhirnya hanyalah penyesalan yang ia dapatkan.

Semakin ia mengingkari semuanya, semakin bertambah pula yang ia resahkan. Antara sahabat ataukah perasaan?. Memang sahabat itu penting, tetapi apakah ia harus melukai perasaannya terus menerus?. Walau begitu banyak yang ia pikirkan, tetapi ia tak pernah menyerah mencari harapan-harapan yang telah hilang ditelan ombak.

Aldi memang seorang yang baik. Tetapi kini dia telah berubah. Aldi yang dulu manis, santun, sopan, sekarang sudah gak ada lagi. Bahkan bertemu dengan Dila pun ia tak menghiraukannya. Hari yang melelahkan, karena persiapan OSN yang dilatih habis-habisan. 9 Maret 2013, datang menghampiri peserta OSN.

Dan keesokan harinya diadakan try out di sekolah Dila. Hari itu Ia bertemu dengan Adin yang kebetulan mengikuti try out tersebut. Ia teringat kembali pada Dista. Dia berfikir bagaimana keadaan Dista sekarang. Tapi itu hanya terlintas di pikirannya karena ada Aldi dihadapannya. Karena kini cinta Dila bukan untuk Dista lagi, melainkan untuk Aldi.

Malam itu Dila dan Aldi mengikuti pengajian akbar di MTSN Karangmojo. Paginya Dila memberitahu Aldi tentang perasaan Ani yang suka sama Aldi. Tapi Aldi tak percaya dan menanyakan langsung pada Ani. Aldi bilang kalau Ani suka sama Aldi. Karena Dila tak ingin menggangu hubungan mereka. Ia menyuruh Aldi supaya tak menghubunginya lagi, tapi Aldi tak mau. Waktu itu juga Dila mengatakan perasaannya pada Aldi. Ternyata selama ini Aldi juga masih sayang sama Dila. Dan Ani juga sudah punya pacar. Ani suka sama Aldi hanya sekedar sahabat saja. Perkataan Aldi yang bilang kalau Ani suka sama Aldi hanya untuk memancing Dila. Dan akhirnya mereka memutuskan untuk menyambung hubungan yang dulu sempat terputus karena Dista. Mereka bahagia menjalani hidupnya sekarang.

THE END
Readmore → Kesetiaan Bekaskan Luka

Petualangan Si Mamat

Oleh : Ahmad Sukamto

Suatu hari ada seorang pemuda bernama mamat, dia adalah anak seorang petani biasa di sebuah desa. Dia tinggal di sebuah gubuk kecil di desa nya. Dia punya cita-cita untuk menjadi seorang TNI (angkatan darat). Saat ini ia sedang duduk di bangku kelas 6 sekolah dasar. Setiap pagi hari ia selalu pergi ke ladang untuk mengantar makanan untuk ayahnya yang sehari-hari bekerja di ladang.

Pagi itu ia berbincang dengan ayahnya
“Ayah, aku ingin menjadi seorang TNI angkatan darat saat sudah besar nanti”.
lalu ayahnya menjawab pendek… “Benarkah itu nak?”.
“Tentu ayah!!” sahut si mamat. Si ayah hanya diam dan meneruskan pekerjaan nya… Dalam pikiran nya sendiri ayah mamat berfikir “cita-cita yang bagus nak, tapi kan ayahmu ini hanya petani ladang”.

Pagi ini mamat siap berangkat ke sekolah dengan penuh semangat… Sebelum berangkat ia selalu berdiri di depan cermin lemarinya untuk menyisir rambutnya serapi mungkin. Di sekolah ia tak lupa memberi salam pada guru-gurunya di sekolah. Dia selalu bertanya bila gurunya memberi kesempatan bertanya. Setiap waktu ia membaca buku pelajaran.
“Ngapain sih kamu bawa buku terus?” Si didit bertanya padanya…
Lalu mamat menjawab “Buku ini kan jendela dunia…”.
“maksud nya mat?” Sahut didit.
“Dari buku ini aku bisa tau apa yang tidak aku tau, dan dunia ini banyak yang tidak aku tahu” ujar mamat…

Bel istirahat telah tiba… Semua anak-anak keluar dari kelas menuju kantin sekolah. Hanya si mamat yang ada di kelas, di buka tas nya perlahan. Lalu ia buka bungkusan yang tadi pagi telah disiapkan oleh ayahnya. Bukan karena ayahnya pintar memasak, tapi karena ibunya pergi ke luar negeri menjadi TKW. Ternyata siang itu ayahnya memberi bekal ubi goreng dengan parutan kelapa. Dengan lahap ia menyantap ubi goreng itu.

Bel tanda pulang berbunyi. Mamat bergegas pulang ke rumah, menyiapkan segelas teh hangat untuk ayahnya.
“Ayah pulang nak…” kata si ayah.
“Masuk lah ayah, biar ku bawakan sepedanya” sahut mamat. Kemudian ayah duduk di ruang tamu menikmati secangkir teh buatan mamat. Saat itu mamat sedang berkemas menata buku-buku pelajaran ke dalam tas.
“Mau kemana lagi kamu nak?”.
“Pergi untuk bimbingan belajar yah…”.
“tapi ayah tak punya uang untuk membayar bimbingan belajar mu”.
“Tenang ayah, bimbingan ini gratis kok” jawab mamat tenang.

Di kelas bimbel nya itu mamat terbilang paling rajin, ia selalu datang lebih awal dari teman-teman nya. Soal prestasi ia hanya kalah dari siswi perempuan yang memang berasal dari keluarga yang mampu. Mampu untuk memberikan segala kebutuhan pendidikan anak nya. Tapi hal ini tak membuat si mamat patah arang untuk jadi yang terbaik. Ia selalu berpikir bahwa aku harus bisa lebih pintar dari dia walaupun aku anak petani.
Guru bimbel nya juga tau betul bahwa si mamat ini ibarat pepatah jawa “bathok bolu isi madu”. Yang artinya didalam sebuah kesederhanaan penampilan nya terdapat sesuatu yang berharga. Tak hanya itu, tekad mamat untuk belajar pun sangat hebat.

“Mat, ini bapak kasih soal soal tambahan buat kamu, kerjakan saja di rumah, besok kamu kumpulkan ya” kata guru bimbelnya…
“Iya pak, akan saya kerjakan semuanya” sahut mamat.

Jam menunjukan pukul 4 sore. Saatnya pulang, sebenarnya mamat ingin pulang bersama teman-teman nya. Akan tetapi dia punya keinginan untuk membeli seragam SMP nya nanti dengan uangnya sendiri. Sore itu mamat mengayuh sepedanya menuju tempat penggilingan padi dengan tergesa-gesa. Segera ia menyapa mbah Gimin

“mbah, berapa karung yang dijemur hari ini”. Yap, mamat bekerja sampingan membantu tukang jemur padi di penggilingan untuk mengemas padi yang sudah dijemur. “ada 11 karung hari ini mat, ayo kita kemas nanti keburu hujan”.

Dengan penuh semangat mamat mengemas padi ke dalam karung yang sudah disiapkan. Tetesan keringat memebasahi wajah mamat, mengalir dari sela kedua matanya. Sesekali mamat menggaruk badan nya, karena memang debu dari padi yang dijemur akan membuat kulit tersa gatal. Mamat menyelesaikan pekerjaannya pukul 5 sore dan memerima upah dari mbah gimin. Lalu ia bergegas pulang karena takut jika nanti ayahnya akan mencemaskannya jika terlambat pulang.

Setiba di rumah ia memasukan hasil jerih payah nya sendiri ke dalam celengan. Jangan berfikir kalau celengannya terbuat dari gerabah yang berbentuk kendi atau celengan dari plastik berbentuk ayam jago. Celengannya hanya terbuat dari sebatang bambu, kemudian ia lubangi tengah ruas nya dengan gergaji sesuai ukuran uang receh. Kemudian mamat bergegas mandi. Jangan pikir kamar mandinya dibuat dari bak semen dan menggunakan gayung. Disana hanya ada pengaron besar dengan batok kelapa sebagai gayung nya. Untuk mendapatkan air ia harus menimba dari sumur. Saat malam tiba mamat selalu belajar. Bukan dengan cahaya lampu PLN tapi dengan cahaya lampu petromax tua milik ayahnya. Sebenarnya sudah ada aliran listrik di desa nya, tapi karena faktor ekonomi keluarga lah yang menjadikan petromax sebagai teman belajarnya. Dalam pikirannya mamat berpikir aku juga bisa belajar walau tanpa listrik. Dikerjakan semua soal-soal latihan yang diberikan guru sekolahnya, tak lupa juga soal-soal dari guru bimbelnya. Seperti basanya ia tak pernah berhenti untuk menulis, membaca dan berhitung saat belajar. Setelah selesai belajar mamat pergi tidur.

Keesokan harinya mamat berangkat sekolah seperti biasanya. Kemudian di tempat bimbel mamat menyerahkan semua soal-soal tambahan dari gurunya.

“Pak, ini tugas yang bapak berikan kemarin, sudah saya kerjakan semuanya…”
“Coba bapak lihat. Hem… Bagus mat, kamu mengerjakan dengan cermat dan semua jawaban mu benar.”
“(sangat senang) Benarkah itu pak?”
“Benar, tapi jangan puas dulu. Kamu harus tetap giat belajar supaya hasil ujian mu memuaskan.”
“Siap Pak!!!” Sahut mamat.

Dengan keseharian seperti itu, tak terasa seminggu telah berlalu. Singkat cerita mamat mulai berpikir, kalau cuma bekerja di penggilingan tak akan cukup untuk membeli seragam SMP nya.

Saat itu hari minggu tiba, ia pergi ke rumah tetangganya untuk berjualan es keliling. Dengan sebuah termos berisi beberapa es lilin ia mulai berkeliling dengan sepedanya…

“Es lilin, ada rasa sirsak, ada rasa jambu… Ayo beli es…”
Suaranya meneriakan dagangan nya di tengah siang yang sangat terik… Saat itu sudah pukul 11 siang. Belum satu pun es nya yang terjual. Mamat duduk di bawah pohon asam jawa. Dia membuka termos yang dibawanya. Dia memandangi es yang ada di dalam nya. Sepertinya rasa hausnya akan terobati saat meminum satu saja es itu.

Tapi mamat tidak tergoda. Dia menutup lagi termosnya, lalu melanjutkan berkeliling dengan sepedanya. Di jalan dekat sawah ia melihat sekumpulan orang-orang yang sedang panen di sawah. Mamat segera bergegas kesana…

“Sudah waktunya istirahat, minum es dulu pak, buk, biar segar… Ada rasa sirsak dan juga jambu…” tawar si mamat.
“Sini nak, aku ambil 20 ya…” jawab salah satu orang disana.
Mamat tersenyum “Terima kasih ya buk…” berdiri lalu memberikan beberapa es lilin, dan mulai mengayuh lagi sepedanya
“Es lilin, es lilin, rasanya enak, ayo dibeli…” teriak mamat.

Kini mamat mulai meninggal kan area persawahan. Tiba lah ia pada jalan yang mulai menyempit. Jalan yang tadinya diaspal kian lama menjadi jalan setapak biasa. Jalan yang tadinya begitu panas, kini menjadi agak teduh karena banyaknya pepohonan yang begitu rindang di sekitar jalan.

Di ujung jalan itu mamat melihat jembatan yang sempit, yang hanya bisa dilalui pejalan kaki. Mamat berhenti sejenak, kemudian memberanikan diri untuk menyeberangi jembatan itu. Di sisi seberang sana terlihat bapak-bapak sedang mencari rumput. Ia memegang sabit dan menggunakan tutup kepala dari rajutan bambu.

Dengan hati-hati mamat menyeberangi jembatan itu. Selangkah demi selangkah ia menjejakan kaki nya. Tiba tiba terdengar suara sesuatu yang jatuh ke air.
“Byuuurrr…”

Pencari rumput yang tadinya asyik dengan pekerjaannya kemudian berdiri. Dia mencari sumber suara aneh tadi. Dia menoleh ke kanan dan kiri, seperti ada gelembung-gelembung udara yang keluar dari dalam air. Tiba-tiba ada kepala dan tangan seorang bocah yang sedang memegang erat temos plastik.

“Tolong… epfh.. tolong saya tidak bisa berena…nghh” teriak mamat.

Dengan bergegas pencari rumput itu membuang sabit dan tutup kepalanya. Kemudian ia terjun ke sungai untuk menyelamatkan si mamat.
“Tunggu, saya datang, jangan panik nak…” sembari berenang mendekati si mamat yang hampir tenggelam di sungai

Pencari rumput membawa mamat yang memeluk erat termos ke pinggir sungai, lalu menariknya ke atas jalan. Dengan susah payah bapak separuh baya itu kembali ke sungai lalu mengambil sepeda si mamat.

Setelah bapak itu sampai di atas jalan, ia mulai menanyai si mamat…

“Nama mu siapa nak, dan apa yang kamu lakukan di sungai dengan sebuah termos di pelukan mu?”
“Nama saya Mamat pak… Saya tadi ingin menyeberangi sungai, tapi malah terpeleset. Terima kasih ya pak, sudah menolong saya…”
“Sama-sama nak, lalu termos itu untuk apa?”
“Ini termos berisi es lilin tadinya pak, saya berjualan es ini keliling”
“Lalu kenapa anak seusiamu malah berjualan di hari minggu seperti ini?”
“Saya berjualan untuk menabung, supaya bisa beli seragam SMP saya nanti dengan usaha saya sendiri pak…”
Pencari rumput geleng-geleng kepala “Ckckck… Kamu memang hebat nak, seandainya aku punya anak sepertimu. ”
“Saya cuma anak biasa pak, yang ingin meringankan sedikit beban ayah dan ibu saya…”
“Baiklah, sekarang sudah sore, lekaslah pulang, nanti kau bisa masuk angin nak, apalagi sebentar lagi hujan akan turun…”

Dengan wajah lesu, mamat menuntun sepeda nya. Menuju jalan untuk pulang, tapi ia juga bingung bagaimana ia menjelaskan kepada tetangga nya nanti. Apakah tetangganya akan percaya kalau ia benar-benar terjatuh ke sungai.

Di tengah jalan ia bertemu seorang laki-laki berumur 35 tahun, membawa tas jinjing mengenakan kemeja rapih, serta sepatu kulit yang mengkilap karena disemir.

“Pak, mengapa bapak terlihat kebingungan?”
“Ohh, iya… Saya baru kehilangan sesuatu di sekitar sini nak… Lalu kenapa kamu basah kuyup seperti itu?”
“Ceritanya panjang pak, oh iya memangnya bapak kahilangan apa barangkali saya bisa membantu mencari nya?”
“Saya baru kehilangan cek yang jatuh dari map ini nak…”
“Baiklah, akan saya bantu mencarinya…”

15 menit sudah mamat mencari, di antara semak belukar, di balik pepohonan, dan belum ketemu juga apa yang mereka berdua cari. Tiba-tiba mamat melihat ke arah got, dan di atas batu di tengah aliran got itu ada kertas berwarna merah jambu dengan pinggiran yang mengkilap.

Segera mamat terjun ke dalam aliran got itu, dan mengambil secarik kertas yang mencurigakan tersebut.

Mamat memberikan kertas yang ia pungut tadi “Kertas inikah yang bapak cari dari tadi?”
“Oh iya nak, betul sekali. Bagaimana bapak berterimakasih padamu nak…” mengeluarkan beberapa lembar uang ratusan ribu rupiah dan memeberikan nya ke mamat
“Ini apa pak, saya tidak bisa menerimanya”
“Terimalah nak, bapak ikhlas memeberikan nya untuk mu”
“Tidak, saya ikhlas menolong bapak, karena saya juga baru saja ditolong orang hari ini…”
“Baiklah, siapa namamu, dan dimana kamu sekolah nak?”
“Nama saya mamat, saya sekolah di SD satu-satunya di desa ini pak…”

Tak lama setelah itu, mamat pamitan untuk pulang. Diam-diam pegawai bank tadi mengikuti langkah si mamat menuju ke rumah. Dia terkejut melihat rumah mamat yang amat sangat sederhana sekali.
Setelah kejadian itu mamat menjalankan aktifitasnya seperti biasa.

Tak terasa 4 minggu telah berlalu semenjak kejadian itu. Mamat sudah melewati Ujian Nasional, dan tinggal menunggu pengumuman nya saja… Dan tibalah hari itu, hari pengumuman hasil Ujian Nasional tingkat SD. Dengan percaya diri mamat berangkat ke sekolah. Di gerbang sekolah ia bertemu didit…

Didit merangkul pundak mamat “Selamat ya mat, kamu memang hebat!!!”
“Hebat apanya dit? Aku bingung…”
“Selamat mat, kamu memang super banget pokoknya…!!!”
Mamat bergumam “Hari ini semua orang aneh…”

Mamat berjalan di lorong-lorong SD nya, menuju papan pengumuman. Diasana riuh sekali, ada yang menangis, ada yang melompat-lompat, ada yang berteriak kegirangan. Dan ketika mamat bergabung dengan kerumunan itu, semua teman-teman nya yang ada disana datang menghampirinya, memberi pelukan, pujian, ucapan selamat.

Lalu saat ia mencari namanya, dan ternyata hasilnya amat mengejutkan, dia mendapat 10 untuk semua mata pelajaran. Tanpa tersasa air mata mamat mengalir dari kedua mata nya. Dia tak bisa berkata apa pun saat itu.

Setelah 4 hari berselang pendaftaran SMP mulai dibuka. Sebenarnya mamat ingin sekolah di SMP yang lebih besar, lebih modern, tapi tempat nya di kota. Dan tentu tidak mungkin untuk anak petani sepertinya. Lalu dia memilih sekolah SMP negeri yang lumayan bagus di kabupaten tempat nya tinggal.

Dia ingat belakangan ini sudah menabung, lalu ia keluarkan semua uang tabungan nya. Dan sial nya uang itu masih belum cukup untuk membeli seragam SMP yang dia inginkan. Tapi ia gunakan uang itu untuk biaya administrasi pendaftaran siswa baru.

Saat pendaftaran selesai, semuanya mengumpulkan biaya untuk membeli seragam. Mamat hanya duduk di pojok ruangan, menutup wajahnya dengan telapak tangan nya dan tertunduk.

Tiba-tiba dari pintu masuk terdengar suara ketukan pintu…

“Selamat siang pak, maaf… saya mencari anak saya pak…”
“Silahkan bapak, ma af… nama anak bapak siapa?”
“Nama nya Mamat pak…”
“Panggilan…. kepada saudara mamat ditunggu ayah nya di depan pintu… terima kasih…”
Mamat membuka kedua tangan dari wajahnya, dan bergegas menuju pintu
“Ada apa yah, kenapa menyusul kemari?”
Ayah memeluk mamat dengan mata berlinang air mata “Kamu memang anak kebanggaan ayah nak…”
“Ada apa yah, kenapa tiba-tiba ayah berkata begitu?”. “Sudah lah yah, aku tau kita tak punya cukup uang untuk membeli seragam ku, tapi yakinlah kalau akan ada jalan dari Tuhan nanti…” sahut si mamat.
Ayah memegang kepala mamat dan mengusap rambut nya
“Solusinya sudah disini nak, lihatlah ke arah kanan…”

Di kursi sebelah kanan telah duduk seorang laki-laki dengan penampilan rapi, yang sepertinya mamat pernah bertemu orang ini. Dengan perlahan ia menghampirinya. Ternyata dia adalah laki-laki pegawai bank yang pernah ia tolong satu bulan yang lalu. Dia menemui mamat untuk menyerahkan sebuah amplop coklat, dan memebawa map hijau. Dia bilang uang di amplop itu untuk uang gedung, dan map hijau itu perjanjian tentang beasiswa yang akan diterima oleh mamat dari SMP sampai SMA.

TAMAT
Readmore → Petualangan Si Mamat

Atarashi Seishin (Semangat Baru)

Oleh : Aris Maulana

Shizuoka, 28 Juli 2000
“Ittekimasu!”
Seorang pemuda kawaii berlari-lari kecil keluar dari rumahnya. Pagi ini, dia akan berjalan jalan ke tempat-tempat wisata atau bangunan yang cukup terkenal di Shizuoka untuk menghabiskan akhir pekannya.

Arisu Yukkiteru, seorang anak laki-laki berumur 16 tahun, ia sangat gemar sekali berjalan-jalan ke tempat-tempat dan bangunan yang indah setiap akhir pekannya. Kebetulan hari ini hari minggu, itu berarti dia akan pergi ke suatu tempat yang bisa membuatnya menjadi bersemangat untuk memulai segala aktivitas di hari libur tersebut.
Rencananya, hari ini dia akan pergi ke Shizuoka Sengen Shrine, yang masih berada di daerah Shizuoka. Yukki hanya perlu menaiki Tokaido Shinkansen dari Shizuoka Station di dekat rumahnya.

Sesampainya disana..
Pemandangan kebun teh yang hijau terhampar luas di depan mata, karena memang mayoritas utama penduduk Shizuoka adalah berkebun teh. Di sepanjang jalan kecil menuju Shizuoka Sengen Shrine pun tercium wangi semerbak bunga Hollyhock, yang menjadi simbol dari kotanya —kota Shizuoka. Sembari menikmati perjalanan yang menyenangkan tersebut Yukki mendengarkan musik dari Hatsune Miku —yang memiliki tempo cukup nge-beat.

Tiba-tiba..
“Bruk!” Yukki menabrak seseorang, tubuhnya pun terhempas pelan di atas tanah. “Gomennasai..” ucap seseorang tersebut pelan. “Hai, daijoubu dakara. Seharusnya aku yang minta maaf.” kata Yukki sambil membungkukkan badan—meminta maaf juga.
Orang itu pun segera pergi meninggalkan Yukki. Namun Yukki tidak sempat bertanya apapun —termasuk namanya, apalagi alamat rumahnya. Tiba tiba Yukki melihat sesuatu, dia pun mengambilnya. Ternyata itu adalah Kartu Identitas milik seseorang.

Yukki berniat mengembalikkan Kartu Identitas tersebut, tanpa berpikir panjang lagi dia pun berlari mengejar seseorang yang tadi bertabrakan dengannya. Karena dia yakin sekali Kartu Identitas tersebut adalah milik seseorang itu. Namun setelah Yukki mencarinya, ternyata dia sudah tidak ada —dia menghilang.

Fujikawa, 29 Juli 2000
Hari ini hari Senin.
Yukki menatap gerbang sekolahnya yang bertuliskan ‘Shizuoka International Senior High School’ dengan tatapan yang malas. Namun tiba-tiba Yukki melihat seorang perempuan melewati gerbang tersebut. Yukki merasa pernah melihatnya, tapi dimana? Ah —dia lupa. Dia pun merogoh saku bajunya dan mengambil Kartu Identitas yang dia temukan di dekat ShizuokaSengen Shrine kemarin. Dia menatap sesosok wajah yang berada di Kartu Identitas tersebut. Dan ternyata.. ya itu adalah dia —gadis itu. Yukki juga melirik nama di Kartu Identitas tersebut..
“Asuka Yuriko. Ah.. kanojo no namaewa Asuka Yuriko-san —nama gadis itu.” gumam Yukki.
Dengan semangat empat lima, dia mengejar Yuriko untuk mengembalikkan Kartu Identitasnya. Setelah jarak mereka cukup dekat..
“Onee-san! Matte kudasai!” pekik Yukki. Yuriko kemudian menghentikan langkahnya dan berbalik badan. “Ini milikmu, kemarin aku menemukannya di dekat Shizuoka SengenShrine.“ kata Yukki sambil menyerahkan kartunya dengan nafas yang ngos-ngosan. “Ah, hontou ni? Kalo begitu arigatou gozaimasu. Watashi wa Asuka Yuriko desu..” kata gadis tersebut sambil mengulurkan tangannya pada Yukki.
“Hai, dou itteshimashite. Watashi wa Arisu Yukkiteru desu..” ungkap Yukki sambil bersalaman dengan gadis tersebut.
Yuri berniat mentraktir Yukki makan atas ucapan terimakasihnya. Yukki pun tak enak hati untuk menolak tawaran tersebut —bilang aja laper.

Sejak hari itu, mereka memutuskan untuk bersahabat. Karena, mereka merasa memiliki banyak kesamaan. Yukki menilai Yuri itu orangnya baik, enak diajak ngobrol, dan kayaknya pinter —kayaknya. Dan Yuri, menilai Yukki itu ternyata baik juga, nyambung, dan cukup kawaii —baru nyadar dia.

Hampir setiap hari mereka menghabiskan waktu bersama. Yukki pun mulai bersemangat setiap kali akan bersekolah—kemaren kemana aja sih. Yukki merasa telah menemukan keceriaan baru dalam hidupnya, yaitu seorang wanita yang bernama Asuka Yuriko —cieee.

OWARI
(The End)
Readmore → Atarashi Seishin (Semangat Baru)

Cowok Cantik

Oleh : Nadya Febriani

Gandis, cowok kelahiran jerman indonesia, ia mempunyai postur tubuh yang tinggi dan bentuk badan seperti model, tapi model perempuan. Ia masuk di universitas tanjung pura jurusan teknik elektro. Waktu awal pertama ia masuk ke UNTAN ia adalah sesosok pria tampan yang dikagumi oleh wanita-wanita dari yang tua sampai anak ABABIL. Dua tahun yang lalu menjadi masa kejayaan seorang gandis, tapi sejak ia masuk ke UNTAN ia harus memanjangkan rambut nya agar ia tak beda namun tak jua sama. kenapa si gandis gak sama dengan teman-teman nya, saat ia berambut panjang ia terlihat sangat cantik hampir tak nampak wajah pria nya.

“hai gadis cute banget sih” Kata seorang orang pria berambut gondrong
“Sialan lo, udah deh jangan ikut-ikutan godain gue” sahut si gandis
Si gandis gak tahu bahwa pada akhir nya ia dapat julukan si gadis cantik. Awalnya semua itu terjadi ketiga si gandis digodain om om hidung belang di depan temen-temen nya.
“hai gadis cantik, mau gak nemenin om jalan-jalan, nanti apa yang kamu mau om beliin” kata om hidung belang itu menggodai gandis
“najis mah, pergi sono” sambil memegang helm yang siap lempar
“hai gadis cantik, mau gak nemenin om jalan-jalan” ejek temen-temen nya
Sejak saat itu lah si gandis dijulukin gadis cantik, dan nama nya berubah menjadi gadis.

Dilema si gadis sampai saat sekarang ini, ia tak pernah punya pacar, setiap kali ia godain cewek di cafe, ia selalu dapat kata hinaan bukan pujian atau senyuman akan wajah nya.
“hai, sendirian ajah?” kata gadis
“gak lagi nunggu temen” cewek cafe
“aku temenin sementara boleh?” gadis
“nggak usah, makasih” cewek cafe
“aku suka banget, ngeliat wajah mu cantik, membuat jantung ini berdebar-debar” gadis mencoba merayu
“plaaaakkk” tamparan ringan
“sadar woooiii, cewek kok naksir cewek” cewek cafe pergi meninggalkan gadis

Bukan cuman di cafe, di mall juga ia tak pernah bisa ngegodain cewek, karena ia begitu cantik bagi wanita, malah sebaliknya ia selalu digodain sama pria-pria resek serta om-om hidung belang.

Di kantin kampus
Tampak si gadis alias gandis, wajahnya kusut kayak baju yang belum diseterika satu minggu, murung pula, ia tampak putus asa dan gelisah.
“hai bro cantik” sapa agus yang baru dateng
“heem”
“kenapa muka lo kusut banget?”
“gue kayak nya mau potong rambut aja deh, gue gak tahan dibilang cewek mulu, gue rasa nya gak bahagia banget, gak bisa dapetin cewek, digodain om om mulu, diejek sama kalian.” unek unek si gadis
“eeetss jangan dong, kita harus menghormati kakak-kakak senior kita, masa gitu aja kamu tekanan batin sih” agus coba menenangkan
“tapi gue gak bisa semaco kalian” gadis frustasi
“lo yang buat diri lo gak maco mamen”
Ternyata kalimat terakhir yang dikeluarin si agus itu membuat ia tersadar “lo yang buat diri lo gak maco” bener ia berprilaku lembek, jadi ia bertekat untuk membuat dirinya terlihat maco dan hal yang harus ia laku kan setiap hari adalah fitnes!! harus bisa membuat pustur tubuh nya menjadi kekar.

Gadis seminggu terakhir ini rajin datang ke tempat fitnes, disana ia dibimbing, ia yakin dengan latihan setiap hari dengan bimbingan yang tepat sama orang yang ahli dalam bidang ini, ia akan bisa membentuk otat nya dengan cepat.
“mbak, berapa minggu lagi yah bisa gede?” gadis sambil menunjukan otot lengan yang belum juga kekar
“dua atau 3 hari sudah bisa kenceng” kata mba pembimbing nya selama fitnes
“asik, gue bisa maco banget nih” kata gadis dengen gembira nya
“kok maco mba? Seksi dong?” sahut mbak itu heran
“mba mba, gue mas, gak lah, gue kan gedekan otot lengan biar kelihatan maco” jawab gadis
“maaf mas, loh? selama ini kan kita latihan membesar dan mengencangkan payudara mba, eh maaf mas?” jawab mba mba itu
“WHAT???” ( Gadis pingsan)

Gadis pulang ke rumah dengan muka lesu, ia tak habis pikir selama seminggu ini ia fitnes untuk mengencangkan payudara? ia lega, bahwa ia cepat menyadari fitnes yang salah itu kalo gak? seberapa besar payudara yang akan ia dapat kan?
“Huuuh” menghelakan nafas, lalu dengan tersenyum ia pun tidur untuk melupakan kejadian di tempat fitnes tadi.

Handphone berbunyi
“hallo” masih memejamkan mata
“dimana bro can?” dari jarak yang jauh disana
“di kamar, ngimpi” jawab nya ngawur
“kesini, kita ngumpul nih dijamin banyak om om” tertawa
“kampret, ya udah gue mandi dulu” jawab gadis

Gadis pun berjalan menuju cermin yang ada di depan tempat tidur nya, sejak ia menjadi wanita cantik ia selalu bercermin sehabis tidur untuk melihat apakah ia sudah tampak seorang laki-laki maco.
“haaaaaaahhh, tiiidaaaak payudara gue tumbuuuh” teriak histeris
“gandis ada apa?” mamanya, masuk ke kamar dengan cemas
“ini ini” sambil menunjuk kekhawatiran nya
“ini apa gandis?” binggung
“ini loh pa?” sambil nenunjuk dan menoleh trus berhenti tidak melanjutkan omongannya
“pa apa? tanya mama penasaran
“gak ada apa apa ma, sekarang mama keluar ya” mendorong mamanya keluar kamar
Ternyata si gadis cuman ngigau, ia tak benar-benar sadar saat itu, dan ia juga merasa sangat lega ternyata itu hanya ke kekhawatiran nya saja. Lalu ia pun menuju kamar mandi untuk membuat pikiran nya lebih segar lagi.

Di pakiran si gadis buru-buru meletak kan helm nya di bawah jok motor, karena ia sudah melihat batang hidung teman-teman nya, ia pun bergegas menghampiri teman-teman nya.
“hey bro” sapa gadis
“hay, makin cantik aja” sahut bejo menggoda
“ia nih makin cantik aja, sampai om om disana ngelirik terus” sahut si beno yang makin godain gadis
“wah kampret, ih najiiss mah” jawab gadis
Mereka pun tertawa, bersamaan.

“gimana fitnesnya sukses?” tanya agus
“sukses, tapi gue gak sanggup cape Jadi gue gak fitnes lagi” gadis berbohong, ia tak mungkin menceritakan hal yang memalukan itu
“aah cemen lu, jadi lu tetap jadi cowok cantik dong yah?” sahut bejo
“tetap jadi gadis cantik kami” beno
“ini adalah anugerah tuhan, jadi gue nikmati saja” sahut gadis yang tiba-tiba menjadi bijaksana

Saat goal yang di cetak messi pada detik terakhir membuat mereka bersoraak gembira, yeee yeyeyeyee 3-2, begitu lah teriakkan gembira mereka.
“sob gue pulang duluan ya, ngantuk” kata gadis
“aah cemen lu” sahut beno
“ok sob” jawab bejo
“oke” sahut gadis

Jalan saat itu sudah tampak sepi sekali, padahal masih jam 11.30 malam, ya sepi karena memang daerah tempat tinggal gandis selalu sepi, pukul 09.00 malam saja biasa sudah senyap bagaikan kuburan apa lagi pukul 11.30 malam.
“waduh kenapa nih” motornya mogok
Gadis pun mendorong motor nya, tak jauh dari tempat motor nya berhenti tadi ada dua orang preman yang sedang mabuk dan melihat dirinya. preman-preman itu pun menghampiri gadis.
“ada apa dek?” sambil mabuk
“ada yang bisa abang bantu?” muka mabuk
“gak usah bang cuman mogok doang” jawab gadis yang mencoba tenang
“ya udah temenin kita aja dulu yuk, senang-senang” sambil tertawa dengan muka mesum
“haayooo ikut” sambil menarik si gadis
“apa-apaan si bang, lepasin gak” gadis mencoba melepaskan pegangan preman itu
Preman-preman itu merobek baju si gadis, dan berencana mau memperk*sa di gadis malam itu.
“tiiidaaaaaaaak” teriak gadis
Ia gak nyangka keperjakaannya malam itu akan dicabut.
“aaaaaaaah” teriak preman itu lalu mereka pingsan seketika
Si gadis tak berhenti tertawa, melihat preman-preman itu pingsan begitu saja di depan mata nya, ternyata tanpa mempunyai otot yang kekar ia bisa mengalahkan preman-preman brengsek itu
“dasar, melihat bentuk yang sama aja langsung pingsan” membetulkan pakaiannya, dan tertawa terbahak-bahak

SELESAI
Readmore → Cowok Cantik